MAKASSAR – Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh oknum guru SD Inpres Mangga Tiga Makassar, berinisial IPT (32), akhirnya terkuak.
Berdasarkan laporan polisi Nomor LP/1865/IX/2025/SPKT/RESTABES MKS/POLDA SULSEL, dugaan pelecehan ini terjadi sejak bulan Februari hingga Juli 2025, sekitar pukul 16.30 WITA.
Lokasi kejadian berada di sebuah rumah di BTN Mangga Tiga Permai, Kelurahan Paccerakkang, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar.
Kasus ini bermula dari laporan yang dibuat oleh SKA (12), seorang siswi kelas 5 SD Inpres Mangga Tiga, yang menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh gurunya sendiri, IPT.
Korban menuturkan bahwa kejadian bermula saat IPT, yang merupakan wali kelasnya, menawarkan les privat di rumah kontrakan.
SKA dan teman-temannya kemudian mengikuti les tersebut. Namun, di balik kegiatan les privat tersebut, IPT diduga memiliki niat tersembunyi.
Menurut keterangan SKA, setelah les selesai dan teman-temannya pulang, IPT diduga melakukan tindakan pelecehan seksual.
Tindakan tersebut meliputi memegang dan meremas payudara korban, serta menciumnya.
Kejadian serupa terulang beberapa kali dalam kurun waktu Februari hingga Juli 2025. Bahkan, pada suatu kesempatan, IPT menyuruh SKA datang ke tempat yang sama dengan alasan untuk mengambil buku amaliah Ramadhan.
Setibanya di sana, IPT mengunci pintu pagar dan pintu rumah, kemudian membuka pakaian korban dan melakukan tindakan yang lebih jauh, termasuk memasukkan alat kelaminnya ke dalam alat kelamin korban.
SKA juga mengaku diancam agar tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapa pun.
Kasus pelecehan seksual ini sempat dimediasi dan dibuatkan surat pernyataan kesepakatan damai antara terduga pelaku dan orang tua korban.
Adapun saksi-saksi yang hadir saat pembuatan surat pernyataan tersebut antara lain Kepala UPT SPF SD Inpres Mangga Tiga, guru sekolah, ketua RW, ketua RT, ketua komite sekolah, Babinkamtibmas, dan Babinsa.
Advokat Muhammad Ali, selaku kuasa hukum korban, menegaskan bahwa kesepakatan damai atau surat pernyataan tersebut tidak akan menghilangkan unsur pidana dalam kasus ini.
“Tindak pidana pelecehan seksual adalah delik umum yang penuntutannya tidak dapat dihentikan meski ada kesepakatan damai antara pelaku dan korban/keluarga korban,” kata Muhammad Ali dalam keterangan tertulis yang diterima media ini, Selasa (30/9/2025).
Advokat Muhammad Ali juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengumpulkan bukti-bukti kuat, termasuk surat pernyataan tertanggal 28 September 2025 yang dibuat oleh terduga pelaku sendiri, yang mengakui perbuatannya di hadapan sejumlah saksi.
Selain itu, kuasa hukum juga memiliki bukti percakapan tidak pantas melalui aplikasi WhatsApp antara terduga pelaku dan korban.
Lebih lanjut, Muhammad Ali menduga bahwa SKA bukan satu-satunya korban dalam kasus ini.
“Kami menerima informasi bahwa ada siswi kelas 5 dan 6 lain yang juga menjadi korban dari tindakan serupa oleh terduga pelaku, dengan modus membuka les privat,” ujarnya.
Atas dasar itu, Muhammad Ali menuntut Kapolrestabes Makassar, Walikota Makassar, Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, dan Kepala UPT PPA Kota Makassar untuk segera mengambil tindakan.
“Kami menuntut penyelidikan dan penyidikan yang profesional, transparan, dan tuntas terhadap kasus ini. Pelaku harus ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku, baik secara pidana maupun administratif. Kami juga meminta perlindungan dan pendampingan psikologis bagi korban dan keluarganya,” imbuhnya.
Kasus ini akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 82 yang mengatur tentang perbuatan cabul terhadap anak.
“Jadi pelaku terancam pidana penjara dan/atau denda yang berat, serta sanksi administratif berupa penurunan jabatan, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tidak dengan hormat bagi pegawai negeri,” pungkasnya.
(*)