JAKARTA – Saham BBCA dihantam “tsunami” pasar pada perdagangan Selasa (26/8/2025), nyungsep Rp225 atau 2,65 persen, ditutup di level Rp8.250 per lembar.
Gelombang jual besar-besaran ini membuat saham bank terbesar milik Djarum Group itu menjadi salah satu yang paling terpukul di IHSG, menimbulkan kepanikan di kalangan investor.
Perdagangan dibuka di level Rp8.475, namun tekanan jual terus meningkat seiring berjalannya sesi, mendorong harga merosot ke Rp8.325 pada siang hari sebelum akhirnya menutup perdagangan di posisi terdalam.
Ironisnya, penurunan ini terjadi saat BCA melaporkan laba bersih bank only sebesar Rp34,7 triliun sepanjang Januari–Juli 2025, naik 10,5 persen yoy, menandakan kinerja finansial yang solid. Angka-angka cemerlang itu tidak cukup menahan gelombang kekhawatiran investor.
Menurut ekonom Yanuar Rizki, penurunan saham BBCA tidak lepas dari bayang-bayang kontroversi akuisisi Djarum Group.
“Proses akuisisi 51 persen saham BBCA pada 2002 sarat kejanggalan. Harga 90 hari terakhir ditekan, sehingga tender dilakukan di bawah harga yang seharusnya,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan BCA, I Ketut Alam Wangsawijaya, menegaskan pihaknya selalu mengikuti mekanisme pasar.
“Harga saham BBCA dibentuk oleh mekanisme pasar dan seluruh proses tender dilakukan secara transparan dan akuntabel. Tuduhan rugi negara adalah informasi yang tidak benar,” jelasnya.
Sejarah kontroversial akuisisi BBCA itu tetap membayangi pasar.
“Investor saat ini mungkin melihat masa lalu sebagai alarm psikologis,” tambah Yanuar Rizki.
Tsunami psikologis ini terbukti menekan saham bank raksasa tersebut, membuktikan bahwa kinerja cemerlang saja belum cukup menenangkan kekhawatiran pasar.
Id Amor